islampos.com—BUKAN hanya kualitas, Islam juga memperhatikan kuantitas
dalam bermesraan dengan pasangan. Bukan hanya untuk suami, tapi juga
untuk istri.
Pada zaman khalifah Umar bin Khatthab Radhiyallaahu ‘Anhu pernah
terjadi kisah yang menggambarkan derita seorang istri yang merindukan
sentuhan suaminya, sementara suaminya sedang tidak berada di sisinya
karena tengah mengemban tugas berjihad di medan perang. Diriwayatkan
suatu malam Khalifah Umar bin Khatthab Radhiyallaahu ‘Anhu tengah
melakukan perjalanan keliling Madinah yang mana hal demikian sering
dilakukannya semenjak ia menjabat khalifah. Ketika melintasi suatu rumah
yang terkunci, sekonyong-konyong Umar bin Khatthab Radhiyallaahu ‘Anhu
mendengar seorang perempuan Arab berkata :
Malam kian larut berselimut gulita
Telah sekian lama kekasih tiada kucumbu
Demi Allah, sekiranya bukan karena mengingat-Mu
Niscaya ranjang ini berguncang keras
Namun, duhai Rabbi…
Rasa malu telah menghalangiku
Dan suamiku itu…
Terhormat lagi mulia
Pantang kendaraannya dijamah orang
Setelah itu perempuan itu menghela nafas dalam-dalam seraya berkata “Alangkah sepinya, betapa lama suamiku meninggalkan diriku…”
Umar pun terpaku mendengar tuturan perempuan itu lalu ia bergumam “Semoga Allah merahmatimu.” Lalu keesokan harinya Umar membawakan pakaian dan sejumlah uang untuk wanita itu. Lalu ia mencari tahu perihal suami wanita itu. Menurut informasi yang diterimanya, suami wanita itu sedang berjihad fi sabilillah di medan perang, Umar pun menulis surat kepada suami wanita tersebut dan menyuruhnya pulang.
Malam kian larut berselimut gulita
Telah sekian lama kekasih tiada kucumbu
Demi Allah, sekiranya bukan karena mengingat-Mu
Niscaya ranjang ini berguncang keras
Namun, duhai Rabbi…
Rasa malu telah menghalangiku
Dan suamiku itu…
Terhormat lagi mulia
Pantang kendaraannya dijamah orang
Setelah itu perempuan itu menghela nafas dalam-dalam seraya berkata “Alangkah sepinya, betapa lama suamiku meninggalkan diriku…”
Umar pun terpaku mendengar tuturan perempuan itu lalu ia bergumam “Semoga Allah merahmatimu.” Lalu keesokan harinya Umar membawakan pakaian dan sejumlah uang untuk wanita itu. Lalu ia mencari tahu perihal suami wanita itu. Menurut informasi yang diterimanya, suami wanita itu sedang berjihad fi sabilillah di medan perang, Umar pun menulis surat kepada suami wanita tersebut dan menyuruhnya pulang.
Selanjutnya Umar mendatangi putrinya Hafshah dan bertanya “Wahai
putriku, berapa lamakah seorang perempuan tahan berpisah dengan
suaminya?”
“Subhaanallah ! Orang seperti engkau bertanya kepada anak sepertiku mengenai masalah seperti ini?” jawab Hafshah.
“Kalau bukan karena aku ingin mengatasi persoalan kaum muslimin aku tidak akan bertanya kepadamu,” kata Umar.
Lalu Hafshah menjawab, “Bisa sebulan, dua bulan atau tiga bulan.
Setelah empat bula
n ia tidak akan mampu lagi bersabar. Riwayat lain
menyebutkan “Lima bulan, enam bulan.”
Maka sejak saat itu, khalifah Umar bin Khatthab Radhiyallaahu ‘Anhu
menetapkan jangka waktu itu sebagai ukuran lamanya pengiriman pasukan ke
medan perang. (Manaqib Umar Bin Khatthab karya Ibnul Jauzi).
Demikianlah banyak pelajaran penting yang dapat dari sepenggal kisah
diatas, khususnya bagi kaum laki-laki yang sudah beristri, agar tidak
mengabaikan hak sang istri, karena ada Hak Istri Atas Suami. Jika memang
keadaan yang mengharuskan sang suami bepergian, maka usahakanlah pada
waktu-waktu tertentu yang tidak terlalu lama untuk “melihat” istrinya,
jika tidak memungkinkan, maka sebaiknya istrinya juga diboyong, karena
dengan yang demikian itu, hati akan menjadi tenang insyaAllah.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berpikir,” (QS. 30:21).
Demikian Islam tidak memandang remeh permasalahan yang satu ini,
karena urusan hubungan suami istri juga merupakan perkara ibadah.
[sa/islampos/semilir hati]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar